“Sedih sekali, karena biasanya dalam demo-demo nasional di London orang-orang gampang terlibat... Yang membuat saya agak terpukul karena kegiatan-kegiatan yang dilakukan komunitas Free West Papua sedikit yang terlibat... dan saya rasa orang-orang hampir tidak akan mendengar mereka. Ini yang bikin saya marah dan berusaha membantu dengan cara artistik seperti ini,” ungkapnya.
Jayapura, Jubi – Dale Grimshaw, seorang muralis di Inggris membuat wajah Benny Wenda hidup dalam lukisannya di pameran tunggalnya yang bertajuk Pride & Prejudice sejak 23 Maret lalu di galeri Well Hung di Hoxton, Inggris hingga 29 April mendatang.
Kepada islingtongazette.co.uk Kamis (23/3) lalu, dia berharap dapat berkontribusi untuk menambah pengaruh kampanye meningkatkan kesadaran atas hak azasi manusia dan pembebasan West Papua.
Saat itu di bulan September 2015, sebuah mural grafiti tampak di sebuah dinding di kawasan Camden. Sebuah potret wajah yang sangat hidup dalam bendera Bintang Fajar beserta slogan “Free West Papua” menarik perhatian banyak pihak di berbagai belahan dunia.
“Saya menjadi sadar soal brutalitas, pembunuhan dan penyiksaan (di West Papua), jadi saya pikir mungkin bisa lakukan sesuatu untuk membantu dan saat itulah saya mulai membuat mural,” ujar Grimshaw.
Setengah bercanda dia mengatakan ingin terkenal di Hollywood, “tetapi malah saya jadi selebriti di Papua Nugini,” kata dia yang memahami bagaimana di Papua Nugini masyarakatnya jauh lebih simpatik atas apa yang terjadi di West Papua. “Seperti genosida di West Papua, meskipun warga Papua Nugini mungkin tidak bisa berbuat banyak,” ujarnya.
Grimshaw memang artis yang cukup politis, namun dia mengaku tidak tahu apapun terkait West Papua karena pemberitaan tentang itu tidak banyak di Inggris akibat pembatasan akses jurnalis asing ke wilayah itu.
Dirinya merasa tergerak melakukan kampanye dengan cara artistik karena masih sangat sedikit yang mendukung kampanye dan aktivitas aksi Free West Papua di London dibanding dengan keterlibatan di isu-isu lainnya.
“Sedih sekali, karena biasanya dalam demo-demo nasional di London orang-orang gampang terlibat... Yang membuat saya agak terpukul karena kegiatan-kegiatan yang dilakukan komunitas Free West Papua sedikit sekali yang terlibat... dan saya rasa orang-orang hampir tidak akan mendengar mereka. Ini yang bikin saya marah dan berusaha membantu dengan cara artistik seperti ini,” ungkapnya.
Minggu ini Grimshaw melukis mural baru di pojok Jakan Hanbury Street dan Brick Lane.
“Pertama-tama saya kerjakan gambar-gambar itu secara digital. Saya tidak langsung menggambar di dinding-dinding itu. Pertama saya blok dulu sampai-sampai nenek saya pernah tanya: ‘itu gambar apa? Gajah atau anjing?’” kenangnya.
Mural terbesarnya dapat memakan waktu hingga enam hari hingga selesai. Dia bekerja tanpa menghitung waktu. “Pokoknya saya kerja berjam-jam jika cahaya dan cuaca mengijinkan.”
Lukisannya juga punya ‘rasa’ yang sama dengan mural dindingnya, berfokus pada “naratif emosional” dan citra gambar. “Baik itu orang-orang asli, maupun wajah-wajah sureal antara manusia dan hewan,” ujarnya.(*)
Posting Komentar