Home » » Bertemu masyarakat sipil, Pelapor khusus PBB bertanya soal KDRT dan hak reproduksi

Bertemu masyarakat sipil, Pelapor khusus PBB bertanya soal KDRT dan hak reproduksi

Written By Unknown on Selasa, 04 April 2017 | April 04, 2017


Jayapura, Jubi – Pelapor Khusus PBB untuk hak kesehatan, Dainius Puras memberikan perhatian khusus pada persoalan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan hak reproduksi dalam pertemuan dengan sekitar 40an aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pemimpin gereja dan korban di Kantor Sinode GKI Tanah Papua, Jumat (31/3/2017) malam.
“Apakah di ruangan ini ada yang bisa memberikan informasi tentang KDRT dan kesehatan sexual dan reproduksi?” tanya Puras.
Puras dalam pertemuan ini menjelaskan salah satu mandatnya sebagai pelapor khusus adalah mengkaji kesehatan seksual dan reproduksi dan kaitannya dengan KDRT.
"Saya akan sangat tertarik pada isu-isu tertentu selama kunjungan ini, terutama yang berada dalam kerangka Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan," jelas Puras.
Selain kesehatan sexual dan reproduksi, Puras juga akan mengkaji kesehatan ibu dan anak-anak; kesehatan mental; HIV/AIDS; dan penggunaan narkoba.
Menjawab pertanyaan Puras itu, Theresje Julianty Gasperz, (Yanti) pengacara dari Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari menyebutkan angka kekerasan terhadap perempuan masih tinggi.
“Tingginya angka kekerasan ini salah satunya disebabkan oleh adanya diskriminasi terhadap kaum perempuan dalam adat di Papua,” jelas Yanti.
Ia menambahkan, pintu masuk kekerasan terhadap perempuan paling banyak disebabkan oleh alkohol dan pihak ketiga (perselingkuhan).
Selain itu, pembatasan hak reproduksi juga menjadi pintu masuk kekerasan terhadap perempuan. Disampaikan oleh seorang bidan dari Yahukimo.
“Praktek program Keluarga Berencana (KB) yang tidak informatif menyebabkan banyak perempuan di Yahukimo mengalami kekerasan dalam rumah tangga,”ungkap bidan ini.
Lanjutnya, perempuan di Yahukimo yang ikut KB suntik yang seharusnya disuntik setiap tiga bulan dalam setahun, malah melakukan suntik setiap tahun karena informasi dari petugas kesehatan yang tidak jelas.
“Karena mereka suntik terus setiap tahun hingga tidak bisa melahirkan. Akibatnya suami mereka marah dan melakukan kekerasan,” ungkap bidan ini.
Pertemuan Pelapor Khusus PBB untuk hak kesehatan dengan masyarakat sipil ini dihadiri oleh partisipan dari Kabupaten Merauke, Jayawijaya, Yahukimo, Nduga, Sarmi, Biak, Manokwari serta Kota dan Kabupaten Merauke. (*)
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. Portal Berita Tolikara No. 1 Majalah Toli - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger